Psikologi dan Silat


IPSI telah memulai mengadakan penyelidikan yang diselaraskan dengan dasar-dasar pokok pendidikan jasmani dan rohani, dalam garis besarnya sebagai berikut :

  1. latihan-latihan yang bertalian dengan ilmu urat dan ilmu faal dan lain-lain latihan yang berfaedah guna memperbaiki fungsi pelbagai organ jasmani (gymnastica medica)
  2. latihan-latihan yang bersifat pendidikan keindahan. Pada umumnya pencak silat itu bercorak tari dan karena itu popular sebagai hiburan (gymnastica popularis)
  3. pelajaran yang kiranya berguna untuk mempertinggi nilai kekuatan bangsa kita dalam hubungan dengan pertahanan negara (gymnastica bellica)
  4. pelajaran pokok, ialah ilmu pembelaan diri itu diliputi pendidikan kepribadian. Tujuan utama dari kemahiran ilmu gerak bukan membinasakan lawan, melainkan ketenangan hati dan kesusilaan yang jernih (gymnastica ascetica). (Olahraga 1954)

Berkaitan dengan hal itu, tradisi-tradisi masyarakat memuat nilai-nilai tertentu dalam meningkatkan kualitas perilaku individu. Diyakini bahwa ajaran silek-pun demikian halnya. Ajaran silek ini diyakini dapat meningkatkan kematangan psikologis individu yang mempelajarinya.

Suatu bentuk kedewasaan merupakan nilai-nilai yang ditanamkan secara penuh terhadap individu yang belajar silek dan telah mengadopsinya kedalam kehidupan kesehariannya. Proses pengajaran silek hingga pada taraf pengadopsian ajaran tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari diharapkan meningkatkan aspek-aspek psikologis yang signifikan pada individu yang belajar silek. Dalam ajaran silek itu sendiri banyak mengandung falsafah hidup yang mengandung nilai nasihat, kedisiplinan, persaudaraan dan keimanan yang dapat memotivasi kematangan psikologis individu yang belajar silek. Sehingga aspek-aspek psikologis yang berkembang tersebut akan mempengaruhi kepada sikap dan tingkah laku dari individu yang mempelajarinya.

Aspek-aspek psikologis yang berkembang di dalam silek Minang termasuk di dalamnya adalah proses belajar. Saya tertarik untuk meneliti  lebih lanjut hal-hal yang terjadi selama proses belajar dan mempengaruhi tingkah laku individu yang belajar silek. Hal dasar yang ditekankan dalam ajaran silek yaitu selalu belajar yang sesuai dengan falsafah adat Minang “alam takambang jadi guru”.

Berdasarkan teori belajar sosial Albert Bandura bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan dari lingkungan, individu mengamati orang lain dan kemudian menirunya, kemudian dengan mengamati orang lain, seseorang dapat menggabungkan pemecahan baru.

Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku idividu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interkasi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.(Syah, 2004). Para cognivist sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori, dan pengetahuan itu sangat erat dan tak mungkin di pisahkan.

Islam menekankan terhadap signifikansi fungsi kognitif (aspek Aqliah) dan fungsi sensori (indra-indra) sebagai alat-alat penting untuk belajar.(Syah, 2004). Dalam surat Al-Zumar ayat 9 Allah berfirman “Katakanlah : apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran”. Fungsi sensori juga terdapat di dalam surat Al-Isra ayat 36 yaitu “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar pasti akan ditanya mengenai itu..”

Menurut Al-Qardawi (1989) Rasulullah besabda yang diriwayatkan oleh ‘Ashim dan Thabrani yang berisi perintah belajar,karena hanya melalui belajarlah ilmu pengetahuan dapat diraih. Perintah belajar ini tentu saja harus dilaksanakan melalui proses kognitif.

Dalam pendangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, yakni : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya. Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada dasarnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat  behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar silat misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini kaki, tangan dan tubuh) untuk menyerang dan membela. Akan tetapi, perilaku menangkis, memukul menendang dan sebagainya yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.

Dalam hampir semua bentuk dan menifestasi perilaku belajar, bukan sekedar peristiwa S-R Bond (ikatan antara stimulus respon) melainkan lebih banyak melibatkan proses kognitif. Hanya peristiwa balajar tertentu yang sangat terbatas ruang lingkupnya (umpamanya belajar meniru sopan santun di meja makan dan bertegur sapa), peranan ranah cipta tidak menonjol.(Syah, 2004)

Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). (Barlow, 1985). Individu belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu. Individu juga dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya guru atau orang tuanya.

Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral individu ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Menurut prinsip-prinsip conditioning ialah sekali seorang siswa mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment), akan senantiasa berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu diperbuat.

Komentar-komentar yang disampaikan orang tua atau guru ketika mengganjar/menghukum merupakan faktor yang penting untuk proses internalisasi atau penghayatan individu terhadap moral standads  (patokan-patokan moral).

Orang tua dan guru memerankan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi individu dalam proses imitasi.

Kualitas kemampuan dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ditiru dari model. Tingkat kualitas imitasi juga tergantung pada persepsi siswa terhadap “siapa” yang menjadi model. Semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral individu tersebut.

Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri individu yang sedang dalam proses belajar.(Syah, 2004).

Karena belajar itu merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu di dalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang antara satu dengan lainnya bertalian secara bertalian secara berurutan dan fungsional. Menurut Bruner, dalam proses pembelajaran individu menempuh tiga episode/tahap, yaitu : tahap informasi (tahap penerimaan materi), tahap transformasi (tahap pengubahan materi), dan tahap evaluasi (tahap penilaian materi)

Dalam tahap informasi individu memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Di antara informasi yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki. Dalam tahap transformasi, informasi yang telah diperoleh dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Dalam tahap evaluasi, individu menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi.

Proses yang sama juga dipaparkan Arno F. Wittig (1981) yang juga berlangsung dalam tiga tahapan yaitu acquistition (tahap perolehan/penerimaan informasi dimana individu mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pamahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam keseluruhan perilakunya. Tahpan ini merupakan tahapan yang paling dasar dimana kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalam pada tahap-tahap berikutnya.

Tahapan berikutnya adalah storage (tahap penyimpanan informasi) dimana individu secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang diperoleh ketika menjalani proses acquistition. Peristiwa ini melibatkan short term dan long term memori.

Pada tahapan selanjutnya adalah retrieval adalah dimana individu akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi didtem memorinya, misalnya ketika menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Prose retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, symbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons stimulus yang sedang dihadapi.

Albert Bandura juga menjelaskan proses belajar menjadi empat tahapan peristiwa yang meliputi tahap perhatian (attentional phase), tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase), tahap reproduksi (reproduction phase) dan tahap motivasi (motivation phase).

Tahap perhatian individu memusatkan perhatian pada obyek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama keunikannya dibanding materi atau perilaku lain yang sebelumnya telah diketahui. Pada tahap penyimpanan dalam ingatan informasi berupa materi dan contoh perilaku model ditangkap, diproses  dan disimpan dalam memori. Tahap reproduksi segala bayangan/citra mental (imagery) atau kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori individu di produksi kembali. Tahapan terakhir dalam proses belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai reinforcement, penguatan bersemayamnya segala informasi dalam memori individu.

Edward C. Lindeman 1926 menemukan teori melalui intuisi dan analisis pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar.
Menurut Lindeman sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah pengalaman peserta didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :

  1. Pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan
  2. Orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject matter.
  3. Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa, sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning).
  4. Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
  5. Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.

Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “Student-Centered Learning”  yang intinya yaitu :

  1. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
  2. Seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya
  3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan
  4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir

Bersilat/basilek merupakan proses yang terjadi secara terus menerus sepanjang hidup. Karena belajar silek sebenarnya adalah belajar untuk mengerti jalan hidup. Banyak terdapat ajaran-ajaran tentang kehidupan di dalamnya. Ilmu psikologi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang manusia. Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan yang tidak asing bagi kebanyakan orang, namun tidak semua memahami psikologi itu sendiri, begitu juga dengan silek. Masyarakat banyak yang pernah mendengar silek/silat bahkan mampelajari dan menggunakannya.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.

Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikanguru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. (www.wikipedia.com)

Sumber : YPS

Tinggalkan komentar